Selamat Jalan, Pak Sam...

| On
September 25, 2017


Tak ku sangka, berita kepergianmu mendarat di telinga ini. Sosok lelaki mulai renta yang sudah kuanggap layaknya bapakku sendiri.



***

Senin siang tepat dua minggu berlalu, berita kepergian beliau resmi disiarkan melalui grup-grup WA dan kudapati infonya dari WAG Kwaran Parung.

Pak Sam, sapaan akrab kami kepada beliau. Adalah sosok pribadi yang ramah, ceria, penuh semangat, bijak dan "ke-bapak-an" ini ku kenal sejak tahun 2009 akhir. Saat itu, aku resmi menjabat sebagai Ketua DKR (Dewan kerja Ranting) Kec. Parung dan beliau sebagai Ketua Kwartir Ranting-nya. DKR adalah badan pelengkap Kwaran "milik" Gerakan pramuka yang isinya terdiri dari anggota Pramuka yang usianya 16-25 tahun (usia SMA-Perti). Sedangkan, Kwaran adalah wadah anggota Pramuka di tingkat kecamatan.

Seringnya kami berinteraksi dalam satu kegiatan, karena DKR dibawah koordinasi Kwaran, sejak saat itu aku dan teman-teman mulai tahu bahwa Pak Sam mengidap sakit Jantung Koroner dan mungkin sudah stadium tinggi. Meski mengidap sakit yang berat, beliau begitu semangat berkegiatan dan malah kalau berdiam diri di rumah justru badannya tidak enak.

Selama tiga tahun dibina beliau, kami seperti mendapat "tempat" dan sangat diayomi. Tak segan memberi nasihat dan semangat kepada saya dan rekan-rekan DKR. Bahkan rumah beliau sering kami jadikan base camp setiap ada kegiatan yang memerlukan persiapan.

Sosok Ibu juga sama baiknya. Ibu bahkan kerap kali menyediakan makanan dan cemilan kalau kami main ke rumah. Ibu lah yang setia merawat bapak, mengingatkan jadwal minum obat, mengantar ke RS untuk check up rutin dan masih banyak lainnya.


***

Setelah kepemimpinan di DKR berakhir, dan saya pun sudah dengan status baru "menikah" yang otomatis berubah status keanggotaan menjadi anggota dewasa, pun masa kepimpinan Pak Sam juga berakhir 2 tahun setelah itu, tepatnya tahun 2015.

Bapak kemudian lebih banyak di rumah karena jabatan sebagai kepala sekolahnya pun sudah tamat, masa-masa pensiun diisi dengan melakukan berbagai aktivitas seperti bercocok tanam. Rumah beliau lahannya luas sekali loh, banyak ditumbuhi pepohonan yang juga banyak buahnya, selain itu ada kolam ikan yang mana bisa langsung serog kalau mau dimasak. Pokoknya homey banget.


Layaknya orangtua yang harus dikunjungi, saya dan suami rutin mengunjungi beliau tiap lebaran. Raut wajah gembira dan haru tampak pada wajah bapak dan ibu. Ya, beliau berdua ditakdirkan tidak memiliki keturunan. Sehingga, kami bagi beliau layaknya anak sendiri. Anak-anak saya pun bak cucu bagi mereka.


Lebaran 2017 kemarin adalah lebaran ketiga keluarga kecil saya silaturahim ke rumah bapak. Bapak terlihat makin kurus dan beliau akui saat lebaran tidak ikut melaksanakan sholat ied karena malam takbir kondisinya drop.




Sekarang, bapak telah tiada. Ibu pun kini menjalani hari-hari sendiri. Semoga ibu tabah dan kuat sepeninggal bapak. Kami pun hanya bisa berdoa mengirim seuntai Surat Al-Fatihah agar bapak terangkan dan dilapangkan kuburnya, diampuni segala kesalahan, dan diterima semua amal perbuatan baik selama hidup di dunia.

Selamat jalan, Pak.


Allohummaghfirlahuu warhamhuu wa 'aafihii wa'fu 'anhuu.


Be First to Post Comment !
Posting Komentar