Suami, Jangan Beri Pertanyaan Ini Ke Istri"

| On
Juli 08, 2021


________

Berkomunikasi dengan orang memang susah-susah gampang. Terlebih mungkin dengan pasangan (suami/istri) di rumah, yang notabene istri dan suami adalah dua makhluk yang berbeda watak, karakter, pengalaman, pola asuh sebelumnya, dan banyak hal lainnya.

Berumah tangga tentu sangat dibutuhkan skill ini, bagaimana cara berkomunikasi yang tepat sehingga apa yang disampaikan tidak menyakiti pasangan. Terlebih saya pernah mendengar ada ungkapan,


"PERHATIKAN TELINGANYA, MAKA KAU AKAN RAIH HATINYA"

Sebagai makhluk bernama perempuan, saya meng-iya-kan hal ini, hahaha.   Kalau mendengar hal-hal menyenangkan itu rasanya gak cuma sampai di kuping, tapi juga sampai di hati. Eyaaak

Mungkin ini fitrah perempuan yang gak bisa ditolak.

Artinya, perempuan itu memang butuh mendengar kalimat-kalimat lembut, memotivasi, yang romantis bisa juga, atau kalimat-kalimat yang kelihatannya sepele tapi bikin meleleh. Kalau kaitan sama psikologis saya gak paham deh. Tapi, kodrat dan realita meng-iya-kan fakta demikian.

Bu-Ibu suka kan kalo dikasih kata-kata romantis dari pak suami? Cihuy, deh.

Namun, sebaliknya juga kita nih, perempuan juga mudah patah hatinya, retak-retak, ampar-amparan, walopun cuma sekedar mendengar kata-kata memilukan dari orang lain, apalagi ya suaminya sendiri. Meskipun mungkin sang suami gak ada maksud menyakiti perasaan istrinya. Tapi, begitulah menghadapi perempuan, perlu mengatur kata sebelum disampaikan kepadanya.

Contoh sepele aja, ketika sang suami misalnya melontarkan kalimat pertanyaan,

"DARI TADI NGAPAIN AJA?!?"

Rasanya gimana Bu? Kalau saya sih jadi pengen ngulek sambel di coet! Wkwkwk, trus sambelnya yang pedes, cocolin deh ke lalapan. Eh!

GAK NYAMAN, mungkin begitu tepatnya.

Pernah, teman saya cerita hal seperti ini, katanya ya gak suka juga dikasih pertanyaan ini. Toss deh, kayanya sama semua ya, Bu?!

Mendapat pertanyaan seperti itu rasanya pengen ajak duduk pak suami, trus suruh dengerin cerita kita, perasaan kita, mood kita, ngalor ngidul, biar tersalurkan juga 20.000 kata sehari di mulut.

Bisa? Kagak yaquin!

Gak bakal deh suami tahan dengerin istrinya nyerocos, wkwkwk. Kecuali mungkin tipe-tipe suami tertentu yang tahu gimana komunikasi sama istrinya, yang udah jelas-jelas perempuan.

MENYAKITI PERASAAN ISTRI?

Iya, bisa jadi.

Saya bukan ahli tata bahasa, tapi rasanya kalau ada suami yang mengatakan hal itu pada istrinya. Oh My Lord... Kek berasa jadi pekerja di rumah sendiri. You know me so well ya, Bu... Wkwkwk


Namanya RUMAH TANGGA pasti dikelola bersama, kalau ngelola sendiri namanya RUMAH KOST. HAAHAA


Apapun yang ditangkap oleh mata suami di rumah, hindarilah melontarkan kalimat pertanyaan itu kepada istri. Karna para suami gak pernah benar-benar tahu rasanya mengerjakan semua hal, iya semua sekalipun punya ART, menghadapi anak-anak dengan ke-tantrum-annya, kelelahan, dan segala hal yang dihadapinya di rumah dengan rutinitas yang sama setiap harinya.

Jelas itu juga sama beratnya, dari sekedar menghadapi pekerjaan di luaran sana yang pekerjaan itu jelas benda mati, gak bisa protes, gak bisa ngambek, paling banter komputer eror atau mati, wkwkwk

Maka, berilah sedikit ruang empati kepada istri, berilah sedikit jiwamu untuk sejenak memahami perannya, memahami perasaannya. Setidaknya, kalau gak bisa memberi bantuan fisik, tapi hadirlah membantu membenahi lelah perasaannya, redamkan tinggi emosinya, dan segala jenis kejenuhan menghadapi aktivitas yang berulang, dengan apapun caranya meski itu sepele.


Bikinin istri es teh manis, ngasih pijitan di pundak, bawa sekotak martabak, atau memberikan waktu sejenak buat istri untuk tidur siang tanpa ada distraksi permintaan ini itu dari anak. Ya, sejenak.




Sungguh, yang sebentar itu akan jadi pembangkit semangat bagi istri, ketika sang suami memberikan ruang untuk dirinya sekedar jeda dari apapun.


Saya percaya seorang istri akan berusaha menjadi istri yang baik, menjalani peran dengan sebaik-baiknya bahkan tanpa diminta sekalipun, ketika sisi jiwanya, perasaannya, fitrahnya sebagai seorang perempuan dapat dipahami oleh sang suami.


Tulisan ini gak sedang mencari pembenaran atau pembelaan, wkwk, hanya coba mengakomodir pendapat gegara teringat curhat seorang teman.

Hal kaya gini mungkin lumrah ya, Bu, dalam hidup berumah-tangga, kira-kira gimana menyikapi hal ini kalau versi Ibu, nih?


Apalagi kalau usia pernikahan sudah banyak. Monggo, boleh sharing, Bu.

Siapa tahu bisa saling mengingatkan atau kasih nasihat baik, terutama untuk saya yang usia nikahnya masih kaya anak SD :D


Terima kasih sudah membaca, kamu wahai Ibu, atau kamu wahai Ayah ☺
Be First to Post Comment !
Posting Komentar