Saat Perilaku Baik Jadi Barang Mahal di Zaman Now

| On
September 07, 2018

Tulisan ini sebenarnya terilhami (elaaa bahasamu, Mel :p)  dari kejadian kemarin sore waktu pulang dari sekolah sama Anin tepatnya pas melintasi jalan raya depan Sawangan Golf. Lumayan, jadi ada bahan buat update blog lagi yang mana debu-debunya belum sempet disapuin sama yang punya blog. Huhuhu

Nah, jadi begini ceritanya,



Ketika posisi udah mau deket Sawangan Golf itu, saya bingung kok padet, jalan segede gini dan di jalur ini itu sesungguhnya emang jarang macet terutama jalur arah Depok. Penasaran kaaan, akhirnya coba nyelip-nyelip.

Ku kira kenapa sodara-sodara,  jadi ternyata ada dua motor. Satu motor dikendarai sama anak perempuan, dengan penampilan rambut dikuncir, pakai jaket,  dan celana pendek sebatas paha alias celana hotpants. Motor satunya lagi dikendarai sama anak laki-laki yang saya lihat di bagian kakinya penuh sama tato. Ternyata,  kaki kiri si anak laki ditempelin ke knalpot anak perempuan. Hmm hmm hmm, ya jelas dong, laju mereka jadi lambat! Udah gitu, Anin kondisinya setengah tidur. Repoootttt!

Apa yang saya rasain? Rasanya pengen kelitikin tuh anak-anak. Gemaz, sist! Padahal,  di belakang mereka itu ada mobil box gede yang juga klaksonin, belum lagi motor dan mobil lain. Ya bedanya,  saya coba beraniin nyelip masuk dan sengaja saya klaksonin panjaaang pas melintasi mereka.

Tau apa yang terjadi?

Ternyata,  si anak perempuan dengan sekenceng-kencengnya bilang,  “Buta Loe!!!”.

Jederrr!

Kaget!? Sedikit.

Cuma rasanya pengen ngelus kuping aja,  abis dapet petasan receh!

Gak aneh juga sih, kalau liat dari penampilan lalu ucapan si anak perempuan tadi gak patut banget, apalagi di muka umum,  ya kan.

Setelah itu gimana? Saya gak tau lagi sih, karena habis melewati mereka dan denger ucapan kaya gitu saya sengaja langsung tarik gas dan melaju gak pake rem lagi. Di dada cuma bisa istighfar dan doain mereka berdua biar dapet hidayah dan semoga gak disentil Allah SWT. karena udah berkata gak sopan sama emak-emak bawa anak. Hmm

Hihihi, aamiin aja-lah, netizen yang budiman.

***

Sesampainya di rumah, saya jadi berfikir dan agak merenung. Mengapa anak zaman sekarang perilakunya makin gak karuan? Rasa-rasanya kok jadi semakin susah menemukan anak-anak muda dengan perangai mulia? Duh, mendadak mellow tapi gak total,  dikit aja gitu.

Waktu zaman sekolah tsanawiyah dulu, ehehe iya lah gini-gini juga pernah sekolah di madrasah loh *benerin peniti* ada yang namanya mata pelajaran akidah akhlaq. Yang isi pelajarannya itu ya seputar akhlak, perilaku,  sifat terpuji, dll. Ada pembahasan dimana akhlak itu di bagi dua, yaitu akhlak mahmudah (terpuji) dan akhlak madzmumah (tercela).

Yaa contohnya, netizen udah tau lah ya, kalau sikap terpuji itu gimana, sikap tercela itu gimana. Gak perlu saya jabarin, takutnya gak selesai-selesai ini tulisan. Wkwkwk

Akhlak terpuji, semakin jarang ditemukan. Contohnya aja,  ya kejadian di jalan kemarin sore itu. Dengan seenaknya, orang lain meghujat orang lainnya, tanpa liat situasi dan kondisi. Bahkan, jelas-jelas yang dilakukan dua remaja tadi mengganggu ketertiban umum. Kecuali, jalan raya milik bapak moyangnya sendiri lah. Boleh aja, mau jungkir balik salto di tengah jalan juga, kan.

Tapi, hidup gak bisa seenaknya gitu,  ya kan…!

Mirisnya itu, yang melakukan perbuatan cela adalah anak muda. Yang udah jelas anak muda ya generasi yang nantinya akan menggantikan generasi saat ini. Mereka yang bakal jadi pemimpin nantinya loh.

Saya sebut aja “anak muda” ini secara umum. Meski begitu, ya saya percaya masih banyak anak muda lainnya yang perilakunya terpuji, tinggi sopan santun, dan anak muda dengan sifat-sifat baik lainnya.

Tapi, sebagai generasi yang akan beranjak tua, tentu aja saya miris. Secara, saya bersentuhan langsung dengan anak-anak remaja yang sedang menuju fase dewasa, yang gak lain murid-murid saya di sekolah. Yang kadang saya juga menemukan bahwa anak murid saya pun masih berperilaku tercela kepada orang lain, misalnya temannya sendiri.

Bukan cuma itu, bahkan hal-hal sederhana pun udah jarang banget kita lihat. Misalnya nih, kalau ada anak lewat di depan orang, apa mereka bilang permisi? Udah jaraaang banget loh ini. Bilang permisi ketika lewat di depan orang, di depan rumah orang, dan lain-lain.

Padahal, saya inget betul, enyak itu selalu ngingetin kalo dimana-mana, jangan lupa bilang permisi sama orang!

Sekarang? Wallohu a’lam, kaya barang mahal.

***

Lagi-lagi, semua kebaikan ternyata lahirnya dari “RUMAH”. Yups, dari sosok orangtua kita, tentu saja. Rumah yang saya maksud di sini adalah pondasi semua kebaikan bermula dari keluarga, yang diteladankan dari orangtua, pendidikan dari ibu dan ayah.

Terlepas dari pendidikan formal di bangku sekolah, meskipun setiap kita yang bersekolah pasti dapet pelajaran budi pekerti, kewarganegaraan, pendidikan agama yang mencakup pendidikan akhlak, dan lain sebagainya. Namun, pendidikan dari orangtua adalah dasar pendidikan yang harus tertanam sejak awal di jiwa setiap anak bahkan sebelum masuk sekolah.

Gak usah jauh-jauh, sebelum makan berdoa, kalau makan harus pakai tangan kanan, cebok (bersuci) itu harus pakai tangan kiri,  dan lain-lain, semua dicontohkan dari mana? Orangtua kita, kan?! Artinya, pendidikan dasar di rumah sangat menentukan “isi” seorang anak. Terlepas dari setiap nilai-nilai yang ikut masuk dari sisi eksternal.

Bagi seorang muslim, bahkan sudah di atur gimana perbuatan terpuji itu diajarkan, mulai dari bangun tidur sampai mau tidur lagi. Mulai dari hal receh, misalnya anjuran mendahulukan bagian kanan saat memakai pakaian dan melepas dimulai dari kiri, masuk ke kamar mandi kaki kanan dan keluar kaki kiri, sampai hal-hal besar seperti mengelola negara dan lain-lainnya.

Sebagai orangtua, hal ini bagai PR besar yang gak mudah terlebih lagi makin ke sini zaman makin semrawut. Ketika kebaikan menjadi sesuatu yang mahal dan aneh,  di tengah semrawutnya perilaku anak muda yang katanya kekinian, gaul, dan penuh gaya.

Sebagai muslim, membentengi anak cucu keturunan kita dengan PONDASI AGAMA adalah poin nomor wahid yang harus dibangun. Menanamkan nilai-nilai Islam dan membangun kesadaran dalam diri anak agar mereka tidak salah langkah. Terakhir, tentu saja orangtua di rumah adalah role mode atau model, teladan yang setiap hari dilihat tindak-tanduk dan ucapannya oleh anak-anak kita.

Mari berlindung kepada Allah SWT. dan berdoa sebanyak-banyaknya agar kita dan generasi kita dilindungi dari perbuatan hina dan tercela dan ke depan semoga kebaikan bukan lagi menjadi hal aneh dan mahal tapi semakin banyak generasi muda yang peduli dan mendahulukan kebaikan dimana dan kapan saja.

Aamiin.


Wallohu a’lam bishshowaab.


9 komentar on "Saat Perilaku Baik Jadi Barang Mahal di Zaman Now"
  1. Iya teh betul banget jadi pendidikan dikeluarga tuh modal yang paling dasar dan utama.
    Jadi noted bgt atuh ya..sebagai mak emak hrs bisa mendidik putra putri kita di rumah dengan sebaik mungkin.

    BalasHapus
  2. Wah ngajak berantem itu anak. Emang aduh anak muda zaman sekarang susahnya minta ampun buat diajarin. Pada mabok, narkoba, baju seksi, di sini juga gitu. Belum aja kena balasannya terus nyesel. Hidupnya jadi pada berantakan akhirnya.

    BalasHapus
  3. Aamiin
    Iya, sampai mahalnya aku bingung bedain maksud baik dan maksud terselubung

    BalasHapus
  4. Saya juga pernah digituin mba di jalan, ckck. Setuju banget kalau pendidikan akhlak bersumber dari rumah. Semenjak jadi ortu berasa banyak PRnya untuk mendidik perilaku anak.

    BalasHapus
  5. Salam kenal teh, astagfirulloh miris banget ya sama anak muda zaman skrg yg padahal nanti jadi penerus bangsa, semoga keluarga bisa jd madrasah terbaik untuk anak-anak kita kelak..

    BalasHapus
  6. anak muda...ya bener banget pendidikan akhlak..juga myeluruh agama jd no 1.hmm tugas kita ya setidaknya melakukan satu langkah buat memiminimalisir prilaku remaja yg tak sesuai..semangat..mel..smuanya

    BalasHapus
  7. Pondasi yang kuat harus dr rumah ya. Bismillah Semoga saya bisa.

    BalasHapus
  8. Pondasi yang kuat harus dr rumah ya. Bismillah Semoga saya bisa. Tulisan yang apik. Lanjut mba

    BalasHapus